Ketua Federal Reserve (The Fed), Jerome Powell, resmi mengumumkan perubahan kerangka kerja kebijakan moneter terbaru pada Simposium Ekonomi Jackson Hole di Wyoming. Perubahan ini disebut sebagai penyesuaian penting menghadapi lanskap ekonomi global yang berubah cepat, terutama setelah lima tahun terakhir ditandai dengan lonjakan inflasi, pandemi, hingga perubahan dinamika suku bunga global.
The Fed Tinggalkan Strategi Lama
Powell menegaskan bahwa kerangka baru ini berbeda dari kebijakan tahun 2020 yang lahir di tengah pandemi COVID-19. Saat itu, The Fed mengizinkan inflasi melampaui target 2% untuk menutupi periode deflasi sebelumnya. Namun kini, strategi tersebut dihapus.
“Kami menghapus bahasa tentang lingkungan suku bunga rendah dan kembali ke kerangka kerja penargetan inflasi yang fleksibel,” kata Powell.
Artinya, The Fed tidak lagi menoleransi inflasi yang terlalu tinggi demi alasan kompensasi masa lalu. Fokus baru adalah menjaga ekspektasi inflasi jangka panjang tetap stabil, sekaligus memastikan ekonomi AS tetap tumbuh berkelanjutan.
Suku Bunga Tidak Lagi Nol
Powell mengisyaratkan bahwa era suku bunga sangat rendah sudah berakhir. Dengan tekanan inflasi yang lebih kuat, kemungkinan suku bunga jangka pendek mendekati nol kini semakin kecil.
The Fed tetap menekankan pentingnya kebijakan moneter yang berwawasan ke depan dan tidak terpaku pada angka pasti, misalnya tingkat pengangguran ideal. Sebaliknya, kebijakan akan lebih fleksibel namun tegas menjaga stabilitas inflasi.
Pelajaran dari Pandemi COVID-19
Kerangka kerja lama The Fed dianggap tidak lagi relevan karena pandemi menciptakan guncangan ekonomi yang belum pernah terjadi sebelumnya. Inflasi melonjak, rantai pasok terganggu, dan respons moneter harus ekstra agresif.
Kini, dengan kondisi ekonomi berbeda, The Fed ingin memiliki prinsip operasional yang tangguh di berbagai skenario—baik saat inflasi tinggi maupun rendah.
Dampak ke Pasar & Investor
Keputusan ini dipandang sebagai sinyal hawkish bagi pelaku pasar. Revisi kebijakan The Fed bisa memengaruhi: